Monday, February 9, 2009

Prison Break

Rosana Harahap ‘81

Kelasku 1 dua berada di lantai bawah, jamanku dulu sekolah hanya punya dua lantai. Seperti pada umumnya, di kelasku ada yang pinter, ada yang genit, dan ada juga yang bandelnya nggak ketolongan.

Pak Midon saatnya mendapat giliran mengajar, Trigonometri kalau tidak salah karena pak Midon yang kuingat tengah membawa pengaris kayu panjang. Seperti biasa pada saat awal kelas penuh dengan murid yang takut kalau-kalau pak Midon mengabsen. Setelah itu ada yang ijin ke toilet dan tidak kembali lagi, berbagai alasan dan cara digunakan, termasuk yang satu ini.



Pemeran utama kali ini Akbar yang berusaha kabur lewat jendela, jurus yang mirip dalam filem Prison Break dipergunakan. Ketika pak Midon asyik menulis di papan tulis sambil menerangkan ke arah sang papan, si Akbar asyik menjalankan misinya, yang membuatku menjadi tegang. Akbar yang mau kabur, kok malah aku yang tegang.

Pak Midon masih asyik menerangkan, aku bersama teman sekelas sedang asyik memperhatikan. Bukan ………….., bukan pelajaran tapi memperhatikan Akbar meloloskan diri dari kelas. Jantungku mulai berdetak keras.


Dag … dig… dug
Pantat Akbar sudah bertumpuh pada tepian jendela
Pak Midon masih menulis dan menerangkan

Dag … Dig … Dug semakin keras
Satu-persatu kaki Akbar mulai berpindah dari dalam lalu keluar kelas.
Pak Midon masih belum jedah menerangkan.

DAG … DIG … DUG makin keras aja.
Kedua kaki Akbar sudah menempel di lantai luar, hanya tinggal merunduk selamatlah dia dari penjaranya.
Pak Midon masih saja terus menerangkan.

YES! Akbar berhasil …….. sorak suara hatiku tepat pak Midon selesai menerangkan dan menengok ke belakang.

Eit, tunggu dulu ……….. rupanya baju Akbar tersangkut jendela ……… tertangkap basah jadinya.

Marah beliau tidak terbendung, Akbar dihardik untuk maju ke depan kelas. Kini dia menjadi murid yang patuh. Sepatuh-patuhnya murid ya Akbar orangnya.

Sekarang dia berhadapan Man 2 Man dengan beliau. Penggaris kayu panjang di tangan kiri sudah berpindah ke tangan kanan pak Midon, bak Samurai Warrior penggaris itu diayunkan. Aku memejamkan mata tapi lupa menutup telinga. “Bletak !!!! Auuu” hanya itu yang kudengar.
“Sakit nggak An???????”
Ya, sakitlah. Orang penggaris itu jatuhnya tegak lurus di kepala Akbar dan suara "Bletak!!!! Auuu" yang kudengar keras banget.

Thursday, February 5, 2009

Raport Geografiku

Cerita angkatan 90

Aku sedang mengikuti ulangan Geografi dengan guru yang suka sekali berzikir dan orangnya baik banget, kalau tidak salah pak Bakri namanya. Setelah memberikan soal pak Bakri mengawasi kami sambil berzikir, bolak-balik ke depan dan ke belakang.

Aku punya kesempatan, kesempatan emas jangan disia-siakan, maka kubuka catatan di bawah meja yang sesuai dengan pertanyaan. Kesempatan pertama berhasil.

Sekarang giliran kesempatan kedua untuk soal berikutnya .............. berhasil juga pembaca.

Foto kompak Angkatan 90
Kesempatan ketiga tiba, jangan disia-siakan itu prinsipku. Ketika membuka catatan, tepat pak guru berada disampingku. Marah? Tidak sama sekali bahkan tersenyum. Pak guru kita senyumpun sambil berzikir.

Di saat lain pak Bakri membuka buku nilai di meja guru, aku duduk di barisan depan bersama Acoy persis di depan meja guru. Sang guru Geografi sembari menjelaskan sesekali berjalan ke belakang kelas. Tanpa basa-basi aku mengambil bolpen dan menorehkan garis sehingga nilaiku yang 6 menjadi 8.

Setelah berhasil kutebar tersenyumku kepada Acoy, siapa lelaki yang tidak tertantang diperlakukan seperti itu. Giliran Acoy meniru kelakuanku. Nilai 6 miliknya sekejap kini menjadi 8. Kini giliran Acoy yang memberikan senyuman balasan.

Foto pengambilan nilai ujian olah raga 81

Tiba saatnya pembagian raport bayangan, aku paling deg-degan takut di samping nilai Geografiku tertulis “Jangan menyontek” atau “Jangan mengganti nilai” atau yang sejenisnya. Ketika sampai ke mata pelajaran Geografi nilaiku tertera 8. Sebegitu mudahnya memperoleh nilai 8 tanpa harus belajar keras.

Astaghfirullah ...
banyak dosa juga dulu aku yah ... ampuni ya Allah ... amin ...

Monday, February 2, 2009

Ketika Gunting Emas tak Punya

Cerita angkatan 90

Sesuai dengan peraturan semua pelajar putra tidak boleh memiliki rambut gondrong, peraturan yang sudah turun-temurun dari nenek moyangnya pelajar Smandel.

Saat upacara bendera di suatu Senin pak Oktav yang memimpin rahazia rambut gondrong, lumayan banyak yang terkena.

Setelah upacara selesai mulailah pak Oktav memperagakan aksinya yang bagaikan orang salon, model yang dipilih adalah model Sesu, artinya model Sesuka-hatinya. Ada yang pitak, ada pula yang grepes.

Begitu giliran Sulis model Sesu tidak bisa diterapkan, gunting yang dipergunakan tidak mempan untuk memotong rambutnya yang gimbal. Konon anak gimbal merupakan keturunan Nyi Roro Kidul, Ratunya Pantai Selatan, sehingga rambut Sulis mungkin memiliki kekebalan.

Semua pasti ada penangkalnya, si Pitung jagoan Betawi saja yang kebal senjatapun punya kelemahan, beliau terkapar terkena peluru emas kompeni. Pasti kekebalan rambut Sulis sirna oleh gunting emas, tapi bagaimana kalau sekolah tidak memilikinya.

Pak Oktav tidak kehilangan akal, konon tukang kebun sekolah punya “sesuatu” untuk menangkal kekebalan seperti ini, disaksikan tukang kebun di kejauhan mulailah pak Oktav memotong rambut gimbal Sulis. Apakah berhasil saudara-saudara? Kita saksikan bersama.

“Kreeees.....” begitu kira-kira bunyi gunting rumput milik tukang kebun yang berhasil memotong rambut Sulis yang gimbal.

(Bonti, terima kasih atas kirimannya)