Friday, December 19, 2008

Sepatu bapaknya Ipeng

Denny Sudrajat’81

Seperti layaknya anak SMA aku sering ke rumah teman belajar sambil bermain atau bermain sambil belajar tetapi yang paling sering bermain sambil bercanda.

Kali ini aku bertandang ke rumah Ipeng, baju seragam untuk esok sudah kusiapkan agar besok aku tidak perlu pulang ke rumah sebelum ke sekolah.

Pagi hari ketika ingin berangkat bersama Ipeng baru kusadari bahwa aku tidak membawa sepatu dari rumah, tidak mungkinlah memakai sandal jepit ke sekolah. Pinjam Ipeng? Dia hanya memiliki sepasang mata wayang. Pinjam sepatu bapaknya Ipeng? Ada sih hanya saja sepatu jenis mahal, akupun menggunakannya karena sang bapak sudah mengijinkan.

Karena tidak biasa menggunakan sepatu mahal gaya berjalanku jadi agak sedikit lain. Tentu banyak yang memperhatikan kejanggalanku termasuk bu Mariana, beliau memanggilku. Teman pasti paham dengan kata memanggil yang aku pergunakan, bu Mariana gitu loh!

Setelah kenyang menerima nyanyian bu Mariana akupun berjalan meninggalkan beliau dengan langkah gontai sambil memperhatikan sepatu golf bapaknya Ipeng yang lengkap dengan paku-pakunya yang kupakai ke sekolah hari ini.

Wednesday, December 17, 2008

Ali Topan Anak Pancoran

Tri Abyantoro '81

Jaman dulu banyak pemuda yang gandrung dengan tokoh dalam filem Ali Topan Anak Jalanan yang diambil dari novel populer karya Teguh Esha. Ali Topan selalu memakai kacamata hitam dan sapu tangan yang dililit di leher, dengan motor trail pastinya.

Kali ini di kelas sedang ada pelajaran Matematika dengan guru yang nyentrik, pak Midon, guru yang punya murid seorang yaitu papan tulis, nggak pernah ngabsen, dan paling suka ngasih ponten 2.

Di kelas aku bergaya bagaikan Ali Topan lengkap dengan atributnya, namun sungguh di luar dugaan dan kebiasaan pak Midon memperhatikanku, disaat aku salah tingkah beliau memanggil.

Keluarlah dari mulutnya caci-maki yang tiada berujung, dengan suara keras nan menggelegar seolah menantangku untuk berkelahi, bahkan begitu semangatnya mengajak Ali Topan beradu kekuatan kacamata pak Midon yang besar itu terlempar, untungnya matanya yang melotot tidak sampai copot.
Berdiri kika Aby, Manuel, duduk kika Fayandi, Bucip, Ponco, Kumis, Hendra, Andy
Sebagai hukumannya aku diharuskan berdiri di depan kelas, bukan di depan kelas seperti layaknya tetapi berdiri bertengger di atas meja guru.

Sungguh malu rasanya diperhatikan teman sekelas karena siapa sih yang mau memperhatikan pelajaran pak Midon, justru akulah yang menjadi pusat perhatian.

Ya begitulah, mau jadi Ali Topan yang ada malah ……… jadi patung Pancoran.



Pesan Moral of the Story

He...he......
Masih inget aja lu..... itu sih peristiwa yang nggak bakal lupa dari ingetan gw dimana guru sampai copot kacamata nya gara-gara napsu mau berantem ama gw. Ya itu masa lalu gw yg memang salah, masa iya waktu pelajaran dia gw pake kaca mata item dan pake sapu tangan dililit di leher, maklum jaman Ali Topan dulu. Tapi dari pengalaman itu gw cerita sama isteri & anak-anak gw kalo jangan ditiru ya kelakuan ayahmu itu.

Aby

Tuesday, December 16, 2008

Adu mulut dengan bu Mariana

Anak 1 sebelas’81

Ahmad Himawan,
Ada di benakku yang sampai sekarang tidak pernah terlupakan yaitu: sampai aku lulus SMA tidak pernah kujumpai murid yang secara jantan berani menghadapi guru galak yang sedang marah, tetapi murid yang dimarahi tetap tenang (dulu istilah cool belum kita pakai alias belum ngetop).
Kejadiannya kira-kira begini, entah apa penyebabnya, yang jelas mulai terjadi adu mulut antara Ibu Mariana dengan Alwin saat pelajaran bahasa Inggeris.
Sebagai murid yang berusaha menjadi murid yang baik tapi tidak pernah belajar, ada 2 harapan yang ada di kepalaku saat itu, pertama semoga keributan terus berlanjut, karena setelah Alwin maka aku yang akan mendapat giliran menjawab pertanyaan berikutnya, kedua rasanya memang kita membutuhkan murid yang mampu untuk mengimbangi dominasi guru yang terkenal SG alias Super Galak tsb.
Setelah pertengkaran berlangsung sekitar 2 menit terjadilah adu mulut seperti ini.
"Jadi mau lu apa?"
"Nah Ibu, maunya apa?"
"Gua mau lu keluar…………., keluuaar ………….. sekarang!!!!!!!!!!"
"Ya udah saya keluar"
Dengan santainya tanpa ekspresi bersalah (tapi pasti gusar juga dia he he he) Alwin berjalan melewati depan kelas, menuju pintu kelas untuk keluar.
Gile si Alwin, berani juga yah melawan guru, begitu hatiku berbicara. Tentu saja aku bergembira, karena tidak jadi ditunjuk untuk menjawab pertanyaan, karena setelah itu, sang guru pun kembali ke kantornya, untuk menangis barangkali yee.
Jangan-jangan Alwin sendiri sudah tidak mengingat peristiwa tersebut, aku saja yang GR mengenang sejarah orang lain, betul nggak Win? Ya iiyyaa LAAH, masa ya iiyya DONG.

Diah Krisdianti,
Alwin, tuch elu diingetin Iwan….emang iya kan …. Ngakuuuu.

Memang, kelas 1 11, benar-benar kelas yang ajaib dech, apalagi kalau pelajaran bahasa Inggeris alm bu Mariana, bukannya belajar bahasa, tetapi yang ada justru belajar mengelola stress akibat dimarahi terus, belum lagi Yanto yang dituduh nonton wayang klitik (wayang China gitu) …. Ayo komentar dong.

Alwin Wicaksono,
ya deh gw nimbul Dut ...
soalnya takut disangka ngelawan temen kalau nggak menjawab pertanyaan kak Iwan ;-)

Memang sejujurnya aku agak sedikit menyesal karena tidak sempat bersilahturahmi dengan almarhumah dan berharap bisa saling memaafkan karena setelah sekian puluh tahun rasanya ada juga manfaatnya berjumpa dengan beliau.

Saat itu memang aku tidak merasa bersalah, mungkin lebih tepatnya memang tidak bersalah, jadi aku coba untuk menjelaskan keadaan yang sesungguhnya, bukan berarti melawan kak Iwan, he he he.

Saat di Sekolah Dasar sering diungkapkan kalimat “berani karena benar” oleh sebab itu aku mencoba untuk memberanikan diri walaupun belakangan baru aku mengerti bahwa ternyata keberanian tanpa otak sama saja dengan nekat, ha ha ha.

Dan yang ini behind the screen ... belum pernah dirilis sebelumnya. Pertama kali dalam hidupku membuka rahasia kehidupan seorang siswa 1.11 ... jadi setelah itu dengan terpaksa, sekali lagi dengan terpaksa saudara-saudara..., aku belajar bahasa Inggeris mati-matian supaya bisa membuktikan bahwa kelak kalau gurunya diganti nilaiku pasti yang akan paling bagus (setidaknya sama dengan sang juara kelas) di pelajaran bahasa Inggeris ... (untung sekali aku punya bapak seorang instruktur bahasa asing hehe ... walaupun bukan anggota AURI)

Jadi moral of the story adalah ... setinggi-tinggi tupai melompat akhirnya makan juga, yang artinya ... walaupun badan kamu tinggi pasti kamu tidak lupa makan... sekian dan terima kasih wabilahi taufik walhidayah wasalamualaikum warohmatullohi waborakatuh ...

bleb 3x (nyilem lagi ...)
;-)